Disinfodemic Jadi Tantangan Jurnalisme Online Indonesia


Kamis, 14 Mei 2020 - 23:51 | kominfo.go.id

Jakarta, Kominfo – Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan UNESCO telah memperingatkan disinfodemic menjadi hal yang membahayakan saat pandemi Covid-19. Menurutnya, penyakit kedua yang menyertai pandemi Covid-19 itu  menimpa pada orang yang tidak ketahuan bisa membedakan mana informasi yang benar dan dari mana sumbernya. Hal itu menjadi tantangan bagi jurnalisme online.“Musuh utama lainnya yang patut kita waspadai juga adalah meningkatnya aliran misinformasi tentang Covid-19,” papar Menteri Kominfo dalam Webinar “Optimisme Jurnalis di Era Covid-19” dari Jakarta, Kamis (14/05/2020).Oleh karena itu, menurut Menteri Johnny, Jurnalis memegang kunci menyediakan informasi yang kredibel, informasi memberdayakan.  “Sedangkan hoaks memberdayakan, membahayakan kehidupan, membuat kekacauan dan disharmoni kehidupan masyarakat,” terangnya.Berdasarkan catatan Tim AIS Direktorat Pengendalian Ditjen Aptika, sebanyak lebih dari 1.200 hoaks yang tersebar di platform-platform digital seperti Facebook, Twitter, Instagram dan YouTube, telah ditangani Kementerian Kominfo. “Kominfo telah ditangani, mendeteksi dan mengidentifikasi sebaran isu hoaks. Bahkan per hari ini sudah lebih banyak lagi. Data per hari ini menunjukkan 1.471 sebaran isu hoaks ditemukenali di empat platform dan 1.116 konten masih perlu ditandaklanjuti, dan 455 sedang dalam proses,” jelas Menteri Johnny. Selain menjelaskan soal isu sebaran hoaks, dalam webinar tersebut, Menteri Johnny turut membacakan laporan dari UNESCO yang menyebutkan bahwa ada 112 juta postingan di media sosial yang terkait dengan pandemi Covid-19 di dunia. “40% berasal dari sumber yang tidak reliable, dan terdapat hampir mencapai 42% dari 178 Juta tweet yang berkaitan dengan pandemi Covid-19 di dunia di produksi oleh Bot yang tak bisa diandalkan," ungkapnya. Menteri Johnny menambahkan, ada 191 website di Eropa dan di Amerika Utara yang mempublikasikan false information terhadap Covid-19. "Berkenaan dengan hoaks, false information, disinformation dan fake news, Menteri Kominfo mengungkapkan, saat ini jurnalisme online telah menjadi peluang untuk membuka praktek-praktek media online yang paling bermasalah kaitannya dengan pemberitaan virus Korona dalam situasi Covid-19," paparnya, Model bisnis demikian, kata Menteri Johnny, digunakan untuk menangkap dan mempertahankan perhatian pengguna atau user serta pengumpulan data yang digunakan untuk target iklan sehingga menjadikan media online mudah disusupi jenis disinfodemic.  “Target traffic yang tinggi detik per detik seringkali juga mengabaikan persoalan etika,” jelasnya.Menteri Kominfo menyatakan ada empat langkah kesepakatan yang dirumuskan bersama Google, Facebook, Microsoft, Reddit, LinkedIn, Twitter dan YouTube. Hal itu disepakati bersama pada 26 Maret yang lalu. "Dan semua berkomitmen untuk melawan Covid-19 yang berkaitan dengan disinfodemic. Diantaranya konten moderation, menghapus dan menandai adanya disinfodemic, memberi donasi kepada fact checker dan jurnalis, mengarahkan user langung kepada sumber informasi resmi Covid-19 dan melarang iklan Covid-19 yang menyesatkan,” jelasnya. (hm.ys)

Baca lebih lanjut di kominfo.go.id

^ scroll to top